Engklek adalah suatu permainan tradisional lompat-lompatan pada bidang datar yang telah diberi garis pola kotak-kotak, kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya. Sebutan engklek sendiri berasal dari bahasa Jawa, dan di beberapa daerah namanya juga bermacam-macam seperti téklék, ingkling, ciplak gunung, sundamanda / sundah-mandah, jlong jling, lempeng, dampu, gedrik (Trenggalek), gejring (Kediri) dan lain-lain tergantung daerahnya. Biasanya permainan ini dimainkan oleh anak-anak perempuan, namun tak jarang juga anak laki-lakipun turut serta bermain. Mereka biasa memainkannya di pekarangan rumah, kebun, atau di tanah kosong.
Sejarahnya?
Untuk sementara ini ada dua versi tentang sejarah awal mula permainan engklek.
Versi PertamaTerdapat dugaan bahwa nama permainan ini berasal dari "zondag-maandag" yang berasal dari Belanda dan menyebar ke nusantara pada zaman kolonial. (sumber: wikipedia.org)Versi KeduaMenurut Dr. Smpuck Hur Gronje, permainan ini berasal dari Hindustan. (sumber: aisyahinsani.wordpress.com)
Sunda manda atau juga disebut éngklék, téklék, ingkling, sundamanda / sundah-mandah, jlong jling, lempeng, atau dampu adalah permainan anak tradisional yang populer di Indonesia, khususnya di masyarakat pedesaan.
Permainan ini dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, baik di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Di setiap daerahnya dikenal dengan nama yang berbeda. Terdapat dugaan bahwa nama permainan ini berasal dari "zondag-maandag" yang berasal dari Belanda dan menyebar kenusantara pada zaman kolonial, walaupun dugaan tersebut adalah pendapat sementara.
Permainan Sunda manda biasanya dimainkan oleh anak-anak, dengan dua sampai lima orang peserta. Di Jawa, permainan ini disebut engklek dan biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan. Permainan yang serupa dengan peraturan berbeda di Britania Raya disebut dengan hopscotch. Permainan hopscotch tersebut diduga sangat tua dan dimulai dari zaman Kekaisaran Romawi.
Peserta permainan ini melompat menggunakan satu kaki disetiap petak-petak yang telah digambar sebelumnya di tanah.
Untuk dapat bermain, setiap anak harus berbekal gacuk yang biasanya berupa sebentuk pecahan genting, yang juga disebut kreweng, yang dalam permainan, kreweng ini ditempatkan di salah satu petak yang tergambar di tanah dengan cara dilempar, petak yang ada gacuknya tidak boleh diinjak / ditempati oleh setiap pemain, jadi para pemain harus melompat ke petak berikutnya dengan satu kaki mengelilingi petak-petak yang ada.
Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu, berhak memilih sebuah petak untuk dijadikan "sawah" mereka, yang artinya di petak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu dengan kedua kaki, sementara pemain lain tidak boleh menginjak petak itu selama permainan. Peserta yang memiliki kotak paling banyak adalah yang akan memenangkan permainan ini.
Engklek merupakan sebuah permainan dengan cara melemparkan trengkal (pecahanan genteng berukuran + 5 x 5 Cm) yang disebut patah.. Permainan ini mengejawantahkan usaha anak untuk membangun “rumah”-nya. Atau bisa pula bermakna sebagai perjuangan manusia dalam meraih wilayah kekuasaannya. Namun bukan dengan saling sruduk. Ada aturan tertentu yang harus disepakati untuk mendapatkan tempat berpinjak.
Engklek dapat dimainkan di lapangan, halaman, jalanan atau bahkan teras rumah, yang penting luas lahan tidak kurang dari 3 x 4 meter. Pada lahan itu kemudian dibuat kotak-kotak dan lingkaran. Masing-masing kotak umumnya berukuran + 30 x 60 Cm, semen-tara panjang jari-jari lingkaran + 1 meter. Kotak dan lingkaran tersebut dibuat dengan guratan kapur, arang atau guratan kayu di atas tanah. Ada tiga pola yang dapat digunakan untuk bermain engklek, sebagai-mana gambar berikut.
Engklek biasa dimainkan oleh anak-anak perempuan berumur 6 – 12 tahun. Anak remaja jarang terlibat, mungkin karena “takut” dicemooh “kekanak-kanakan” oleh teman-temannya, jika kedapatan memainkannya. Begitu pula anak lelaki. Mereka enggan bermain engklek karena “takut” dicemooh seperti perempuan. Permainan ini dapat dilakukan secara perorangan maupun beregu. Jika dimainkan secara beregu, satu kelompok maksimal beranggotakan 5 orang.
Cara memainkannya tidak terlalu sulit. Ketika akan memulai permainan, terlebih dahulu peserta harus menentukan urutan giliran main dengan cara hompimpah dan suit. Hompimpah akan ditempuh jika peserta lebih dari 3 orang/kelompok.
Hompimpah alaihum gambreng,Hompimpah alaihum gambreng,
Jika pada awal hompimpah disepakati, bahwa pemenang adalah telapak tangan terbuka, maka perserta yang telapak tangannya tertutup dinyatakan si kalah. Hompimpah bisa dilakukan berkali-kali sampai tiap peserta mendapatkan urutan giliran bermain.
Jika engklek hanya dimainkan oleh dua orang, maka penentuan urutan giliran bermain akan dilakukan dengan sut (suit).
Sut adalah “mengadu” jemari tangan (jempol, telunjuk dan kelingking) dengan ketentuan jempol mengalahkan telunjuk, telunjuk mengalahkan kelingking, dan kelingking mengalahkan jempol.
Pemain nomor urut pertama memulai permainan dengan melemparkan patah ke kotak 1.
Jika lemparannya meleset, maka ia tidak dapat meneruskan permainan, menunggu nomor urut terakhir menyelesaikan permainan. Jika berhasil, maka dia meloncat dengan satu kaki ke kotak 2, kemudian ke kotak 3 Pada kotak yang berpasangan dia boleh menjejakkan kedua kakinya. Dia terus meloncat-loncat dengan satu kaki sampai lingkaran dimana dia boleh menjejakkan kedua kakinya. Dari lingkaran, dia memutar badan, kemudian meloncat-loncat kembali seperti sebelumnya.
Pada kota 2 dia memungut patah, loncat ke kotak 1 dan terus keluar. Selanjutnya dia melemparkan patah ke kotak 2, kemudian meloncat-loncat kembali ke kotak-kotak yang kosong (tidak ada patah). Kotak dimana ada patah tidak boleh diinjak. Dengan demikian, bisa terjadi seorang pemain harus melompat dengan melewati dua atau tiga kotak. Ketika melompat, jejakan kaki pun tidak boleh menyentuh garis karena jika melakukannya, maka dia dianggap gugur, dan harus menunggu giliran main. Melempar patah dan melompat dengan satu kaki terus dilakukan hingga lingkaran. Dari sana kemudian berputar, pemain melempar patah ke kotak-kotak yang teratas sampai yang terbawah. Pada kotak yang berpasangan, lemparan harus ditujukan ke kotak sebelah kanan terlebih dahulu.
Seseorang dianggap telah menyelesaikan permainan jika dia telah melempar patah ke dalam lingkaran dan bisa meloncati semua kotak sampai ke kotak 1 dengan selamat. Pemain ini kemudian akan melempar patah ke sembarang kotak sambil membelakangi arena permainan untuk menentukan “rumah”-nya. Di rumah itu dia boleh memberi tanda dengan gambar apa saja, dan rumah itu tidak bisa dikuasai oleh pemain lain, rumah tersebut menjadi wilayah kekuasaan pemain tersebut. Barang siapa yang mempunyai banyak wilayah, maka dialah pemenangnya.
Kendati demikian, hanya pemain yang beruntung saja yang dapat menemukan “rumah”-nya dalam satu kali lemparan. Jika lemparan patah mengenai garis atau ke luar bidang permainan, maka dinyatakan tidak sah. Si pemain harus melempar ulang setelah menunggu giliran pemain berikutnya menyelesaikan permainan..
Permainan engklek biasa berlangsung antara 30 menit sampai 2 jam, bahkan bisa lebih. Namun demikian, kadang terjadi permainan berakhir ketika pemain dipanggil pulang untuk disuruh tidur, mandi, makan atau membantu pekerjaan orang tuanya.
Permainan Pacih atau Engklek dari Aceh
Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak perempuan yang berusia 8-12 tahun. Permainan Pacih membutuhkan alat permainan yang terbuat dari kayu atau batau atau ada juga yang terbuat dari biji-bijian, asal bentuknya bulat, pipih, dan ringan.
Sarana permainan ini adalah sebuah tanah yang tidak berumput dan sedikit berdebu. Sebelum memulai permainan dibuatlah kotak-kotak yang berbentuk tanda tambah (+). Setiap peserta menggunakan lempengan batua atau kayu yang bulat tadi.
Menurut Dr. Smpuck Hur Gronje, permainan ini berasal dari India dan dibawa atau diperkenalkan di Aceh sewaktu mereka singgah di Aceh beberapa abad yang lampau.
Sumber :
http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/index.php/Artikel/engklek.html