Widget edited by super-bee

Pages

Saturday, 23 February 2013

✎ Dolanan Engklek


Engklek adalah suatu permainan tradisional lompat-lompatan pada bidang datar yang telah diberi garis pola kotak-kotak, kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya. Sebutan engklek sendiri berasal dari bahasa Jawa, dan di beberapa daerah namanya juga bermacam-macam seperti téklék, ingkling, ciplak gunung, sundamanda / sundah-mandah, jlong jling, lempeng, dampu, gedrik (Trenggalek), gejring (Kediri) dan lain-lain tergantung daerahnya. Biasanya permainan ini dimainkan oleh anak-anak perempuan, namun tak jarang juga anak laki-lakipun turut serta bermain. Mereka biasa memainkannya di pekarangan rumah, kebun, atau di tanah kosong.



Sejarahnya?
 Untuk sementara ini ada dua versi tentang sejarah awal mula permainan engklek.

Versi PertamaTerdapat dugaan bahwa nama permainan ini berasal dari "zondag-maandag" yang berasal dari Belanda dan menyebar ke nusantara pada zaman kolonial. (sumber: wikipedia.org)Versi KeduaMenurut Dr. Smpuck Hur Gronje, permainan ini berasal dari Hindustan. (sumber: aisyahinsani.wordpress.com)



Sunda manda atau juga disebut Ã©ngkléktéklékingklingsundamanda / sundah-mandahjlong jlinglempeng, atau dampu adalah permainan anak tradisional yang populer di Indonesia, khususnya di masyarakat pedesaan.
Permainan ini dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, baik di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Di setiap daerahnya dikenal dengan nama yang berbeda. Terdapat dugaan bahwa nama permainan ini berasal dari "zondag-maandag" yang berasal dari Belanda dan menyebar kenusantara pada zaman kolonial, walaupun dugaan tersebut adalah pendapat sementara.
Permainan Sunda manda biasanya dimainkan oleh anak-anak, dengan dua sampai lima orang peserta. Di Jawa, permainan ini disebut engklek dan biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan. Permainan yang serupa dengan peraturan berbeda di Britania Raya disebut dengan hopscotch. Permainan hopscotch tersebut diduga sangat tua dan dimulai dari zaman Kekaisaran Romawi.

Cara bermain
Peserta permainan ini melompat menggunakan satu kaki disetiap petak-petak yang telah digambar sebelumnya di tanah.
Untuk dapat bermain, setiap anak harus berbekal gacuk yang biasanya berupa sebentuk pecahan genting, yang juga disebut kreweng, yang dalam permainan, kreweng ini ditempatkan di salah satu petak yang tergambar di tanah dengan cara dilempar, petak yang ada gacuknya tidak boleh diinjak / ditempati oleh setiap pemain, jadi para pemain harus melompat ke petak berikutnya dengan satu kaki mengelilingi petak-petak yang ada.
Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu, berhak memilih sebuah petak untuk dijadikan "sawah" mereka, yang artinya di petak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu dengan kedua kaki, sementara pemain lain tidak boleh menginjak petak itu selama permainan. Peserta yang memiliki kotak paling banyak adalah yang akan memenangkan permainan ini.


Engklek merupakan sebuah permainan dengan cara melemparkan trengkal (pecahanan genteng berukuran + 5 x 5 Cm) yang disebut patah.. Permainan ini mengejawantahkan usaha anak untuk membangun “rumah”-nya. Atau bisa pula bermakna sebagai perjuangan manusia dalam meraih wilayah kekuasaannya. Namun bukan dengan saling sruduk. Ada aturan tertentu yang harus disepakati untuk mendapatkan tempat berpinjak.

Engklek dapat dimainkan di lapangan, halaman, jalanan atau bahkan teras rumah, yang penting luas lahan tidak kurang dari 3 x 4 meter. Pada lahan itu kemudian  dibuat  kotak-kotak  dan  lingkaran.  Masing-masing  kotak  umumnya berukuran + 30 x 60 Cm, semen-tara panjang jari-jari lingkaran + 1 meter. Kotak dan lingkaran tersebut dibuat dengan guratan kapur, arang atau guratan kayu di atas tanah. Ada tiga pola yang dapat digunakan untuk bermain engklek, sebagai-mana gambar berikut.

Engklek biasa dimainkan oleh anak-anak perempuan berumur 6 – 12 tahun. Anak remaja jarang terlibat, mungkin karena “takut” dicemooh “kekanak-kanakan” oleh teman-temannya, jika kedapatan memainkannya. Begitu pula anak lelaki. Mereka enggan bermain engklek karena “takut” dicemooh seperti perempuan. Permainan ini dapat dilakukan secara perorangan maupun beregu. Jika dimainkan secara beregu, satu kelompok maksimal beranggotakan 5 orang.

Cara memainkannya tidak terlalu sulit. Ketika akan memulai permainan, terlebih dahulu peserta harus  menentukan urutan giliran main dengan cara hompimpah dan suit. Hompimpah akan ditempuh jika peserta lebih dari 3 orang/kelompok.

Hompimpah alaihum gambreng,
Hompimpah alaihum gambreng,

Jika pada awal hompimpah disepakati, bahwa pemenang adalah telapak tangan terbuka, maka perserta yang telapak tangannya tertutup dinyatakan si kalah. Hompimpah bisa dilakukan berkali-kali sampai tiap peserta mendapatkan urutan giliran bermain.

Jika engklek hanya dimainkan oleh dua orang, maka penentuan urutan giliran bermain akan dilakukan dengan sut (suit).
Sut adalah “mengadu” jemari tangan (jempol, telunjuk dan kelingking) dengan ketentuan jempol mengalahkan telunjuk, telunjuk mengalahkan kelingking, dan kelingking mengalahkan jempol.

Pemain nomor urut pertama memulai permainan dengan melemparkan patah ke kotak 1.
Jika lemparannya meleset, maka ia tidak dapat meneruskan permainan, menunggu nomor urut terakhir menyelesaikan permainan. Jika berhasil, maka dia meloncat dengan satu kaki ke kotak 2, kemudian ke kotak 3 Pada kotak yang berpasangan dia boleh menjejakkan kedua kakinya. Dia terus meloncat-loncat dengan satu kaki  sampai lingkaran dimana dia boleh menjejakkan kedua kakinya. Dari lingkaran, dia memutar badan, kemudian meloncat-loncat kembali seperti sebelumnya.

Pada kota 2 dia memungut patah, loncat ke kotak 1 dan terus keluar. Selanjutnya dia melemparkan patah ke kotak 2, kemudian meloncat-loncat kembali ke kotak-kotak yang kosong (tidak ada patah). Kotak dimana ada patah tidak boleh diinjak. Dengan demikian, bisa terjadi seorang pemain harus melompat dengan melewati dua atau tiga kotak. Ketika melompat, jejakan kaki pun tidak boleh menyentuh garis karena jika melakukannya, maka dia dianggap gugur, dan harus menunggu giliran main. Melempar patah dan melompat dengan satu kaki terus dilakukan hingga lingkaran. Dari sana kemudian  berputar, pemain melempar patah ke kotak-kotak yang teratas sampai yang terbawah. Pada kotak yang berpasangan, lemparan harus ditujukan ke kotak sebelah kanan terlebih dahulu.

Seseorang dianggap telah menyelesaikan permainan jika dia telah melempar patah ke dalam lingkaran dan bisa meloncati semua kotak sampai ke kotak 1 dengan selamat. Pemain ini kemudian akan melempar patah ke sembarang kotak sambil membelakangi arena permainan untuk menentukan “rumah”-nya. Di rumah itu dia boleh memberi tanda dengan gambar apa saja, dan rumah itu tidak bisa dikuasai oleh pemain lain, rumah tersebut menjadi wilayah kekuasaan pemain tersebut. Barang siapa yang mempunyai banyak wilayah, maka dialah pemenangnya.

Kendati demikian, hanya pemain yang beruntung saja yang dapat menemukan “rumah”-nya dalam satu kali lemparan. Jika lemparan patah mengenai garis atau ke luar bidang permainan, maka dinyatakan tidak sah. Si pemain harus melempar ulang setelah menunggu giliran pemain berikutnya menyelesaikan permainan..
Permainan engklek biasa berlangsung antara 30 menit sampai 2 jam, bahkan bisa lebih. Namun demikian, kadang terjadi permainan berakhir ketika pemain dipanggil pulang untuk disuruh tidur, mandi, makan atau membantu pekerjaan orang tuanya.


Permainan Pacih atau Engklek dari Aceh
Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak perempuan yang berusia 8-12 tahun.  Permainan Pacih membutuhkan alat permainan yang terbuat dari kayu atau batau atau ada juga yang terbuat dari biji-bijian, asal bentuknya bulat, pipih, dan ringan.  

Sarana permainan ini adalah sebuah tanah yang tidak berumput dan sedikit berdebu. Sebelum memulai permainan dibuatlah kotak-kotak yang berbentuk tanda tambah (+).  Setiap peserta menggunakan lempengan batua atau kayu yang bulat tadi.

Menurut Dr. Smpuck Hur Gronje, permainan ini berasal dari India dan dibawa atau diperkenalkan di Aceh sewaktu mereka singgah di Aceh beberapa abad yang lampau.

Sumber :
http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/index.php/Artikel/engklek.html


Friday, 22 February 2013

✎ Oleh-oleh Kerajinan Kayu Khas Indonesia


Hampir setiap traveler tak pernah lupa membawa oleh-oleh setelah traveling. Apalagi kalau buah tangan yang dibawa bernilai seni, seperti 4 suvenir ukiran kayu paling keren di Indonesia ini.
Suvenir bukan sekadar benda yang dibeli turis untuk mengenang tempat yang pernah dikunjungi. Nilai sebuah suvenir semakin berharga bila benda itu karya seni asli buatan tangan penduduk setempat.

Di Indonesia, ada beberapa suvenir yang bernilai seni tinggi, bahkan diincar turis, yaitu aneka ukiran kayu. Inilah 4 oleh-oleh ukiran kayu paling keren khas Indonesia: 
 

1. Patung kayu Suku Asmat, Papua
Oleh-oleh ukiran kayu pertama yang tidak boleh Anda lupa adalah patung kayu Papua. Daerah ini memang terkenal dengan aneka hasil ukiran kayu yang cantik. Salah satunya yang paling terkenal dan diburu turis dalam dan luar negeri adalah ukiran kayu suku Asmat.

Ukiran kayu hasil suku Asmat terkenal memiliki tingkat kerumitan yang tinggi. Ini bisa dilihat dari jenis alat yang digunakan untuk memahat, masih sangat tradisional. Jadi jangan heran kalau harga cinderamata ini mahal, yaitu bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Selain ukiran suku Asmat, masih ada lagi ukiran kayu lain yang dibuat penduduk asli Papua, dan tak kalah keren. Salah satunya adalah patung berwujud pria Papua dengan mengenakan koteka.

Ada banyak toko yang bisa dimasuki untuk membeli cinderamata khas ini. Anda bisa membeli di Sorong, atau di Jalan Ahmadi yang ada di Jayapura. Harganya pun beragam. Untuk patung ukiran kayu ukuran sedang dikenai harga Rp 100.000.


Gambar:


2. Pajangan kayu Komodo, NTT
Setelah Papua, daerah lain yang juga memiliki oleh-oleh berupa patung kayu ada di Pulau Komodo, Flores, NTT. Patung ini berbentuk seperti hewan khas yang ada di sana, yaitu Komodo (Varanus komodiensis).

Jika dilihat dari bentuk hingga corak, patung kayu ini terlihat sangat mirip. Hanya saja, patung Komodo ini tidak dicat dengan warna yang sama seperti hewan aslinya. Patung Komodo hanya diberi warna alami, yaitu cokelat.

Meski begitu, warna yang ada tidak menurunkan nilai seni dan keindahan sang patung sama sekali. Bahkan, benda ini tetap wajib dibeli sebagai tanda Anda telah menapakkan kaki di atas bumi kadal purba ini.

Membelinya pun tidak sulit. Datang saja ke Pulau Komodo yang masuk dalam wilayah Taman Nasional Komodo (TNK). Biasanya, di wilayah pintu keluar trekking, para turis langsung dihadapkan dengan kelompok para pengrajin kayu.

Ada banyak kerajinan kayu yang bisa Anda beli. Beberapa di antaranya adalah patung komodo. Soal harga tidak perlu kuatir karena bisa ditawar. Untuk satu patung komodo ukuran kecil dikenai harga Rp 30.000/buah. Tapi jika pandai menawar Anda bisa mendapatkannya dengan harga Rp 25.000/buah.


Gambar:


3. Patung Badak khas Ujung Kulon, Banten
Ujung Kulon di Banten juga punya oleh-oleh khas yang tidak boleh dilupakan turis, yaitu ukiran patung badak. Sesuai namanya, ukiran kayu ini berbentuk badak dengan cula satu. Model ini diambil dari hewan khas yang ada di sana.

Sama seperti ukiran suku Asmat, patung badak ini dibuat oleh penduduk lokal di Ujung Kulon. Salah satu tempat yang dihuni pengrajin patung badak ada di Kampung Cinibung, Desa Kertajaya, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Patung badak yang dibuat penduduk lokal ini cukup beragam. Mulai dari gantungan kunci hingga patung untuk pajangan meja. Semuanya dicat dan diberi warna beragam, ada yang hijau, merah, ada pula yang biru.

Yang lebih keren lagi, semua suvenir ini dibuat dari limbah kayu lamin. Para pengrajin sama sekali tidak menebang pohon yang ada di TNUK. Benar-benar menjaga kelestarian alam.

Mau tahu harganya? Patung badak yang terbuat dari kayu lamin, dengan berukuran 15 cm dijual dengan harga Rp 45.000/buah. Sedangkan, patung badak kecil dengan ukuran 5 cm dijual dengan harga Rp 15.000/buah. Untuk patung badak yang terbuat dari kayu jati berukuran 15 cm dijual dengan harga Rp 65.000/buah.

Membelinya, sama saja Anda ikut mendukung kelestarian lingkungan.


Gambar:


4. Batik kayu Krebet, DI Yogyakarta 
Selain kain batik, kerajinan lain yang ada di DI Yogyakarta adalah seni membatik di atas kayu. Anda bisa melihatnya di Desa Krebet yang terletak di Kabupaten Bantul, 12 km barat daya dari Kota Yogyakarta.

Datang ke sana, pelancong bisa melihat ada banyak ukiran kayu. Beberapa di antaranya adalah topeng, sendal, hiasan dinding, gelang dan masih banyak lagi. Uniknya, semua kerajinan ini diberi motif batik.

Lebih asyik lagi, karena Desa Krebet adalah desa wisata, turis yang datang bisa menginap di sana. Bahkan, pelancong bisa ikut belajar membuat patung batik ini.

Namun, jika tidak ingin repot membuat, Anda bisa membelinya sebagai oleh-oleh. Ada banyak jejeran kios yang bisa dimasuki turis untuk berburu cinderamata ini. Rata-rata dari kios penjual kayu batik mematok harga dagangannya sekitar Rp 2.000 sampai Rp 300 ribu.


Gambar:


Datang ke Jogja pun semakin seru dengan oleh-oleh khas ini.
 


Sumber : 
kaskus.co.id

Tuesday, 19 February 2013

✎ LUMPIA GANG LOMBOK


Sebagai warung lumpia tertua di Semarang, Lumpia Gang Lombok tetap mempertahankan keaslian rasanya hingga sekarang. Tak heran jika pengunjung rela antri untuk menyantap nikmatnya kuliner Tionghoa khas Semarang ini.


Menyantap Nikmatnya Kuliner Tionghoa Khas Semarang

Membicarakan lumpia maka ingatan kita pasti akan melayang menuju Kota Semarang. Ya, penganan nikmat ini merupakan salah satu makanan khas Semarang. Namun sejatinya, Lumpia bukanlah kuliner asli Semarang melainkan kuliner khas Cina. Lumpia atau yang juga disebut dengan nama lunpia pada mulanya merupakan penganan tradisional Tionghoa yang terbuat dari campuran rebung, telur, sayuran segar, daging, dan makanan laut, kemudian digulung dalam adonan tepung gandum yang menyerupai kulit. Lumpia mulai dikenal di Semarang karena banyaknya warga Tionghoa yang tinggal dan menetap di kota yang pernah menjadi bandar besar pada masa lalu. Di Semarang, lumpia mengalami proses pelokalan dan disesuaikan dengan lidah Jawa, hingga menemukan bentuk dan rasa seperti sekarang.

Berkembangnya lumpia di Semarang tentu tak bisa lepas dari peranan pasangan suami istri Cina-Jawa, Tjoa Thay Yoe dan Wasih. Mereka berdua merupakan penjual lumpia dengan ciri khasnya masing-masing. Setelah menikah, resep lumpia ala Hokkian milik Tjoa Thay Yoe dipadukan dengan lumpia ala Jawa khas Wasih, hingga terciptalah lumpia dengan rasa istimewa khas Semarang yang memadukan rasa gurih, asin, dan manis. Resep lumpia pasangan Cina-Jawa ini kemudian diturunkan kepada anak-anak mereka dan menjadi awal menyebarnya lumpia khas Semarang.
Lumpia Gang Lombok yang terletak tepat di samping Klenteng Tay Kak Sie merupakan warung lumpia tertua di Semarang milik keturunan Thoa Thay Yoe. Warungnya yang sempit dan letaknya yang menyempil di gang yang hanya cukup dilalui 1 mobil ini rupanya tak menyurutkan minat para tamu yang ingin mencicipi Lumpia Semarang Gang Lombok. Pembeli tak hanya berasal dari pengunjung klenteng yang selesai berdoa, namun dari pelosok Semarang hingga luar kota. Saat YogYES tiba, warung sedang ramai sehingga harus duduk berhimpitan dengan pengunjung lain. Meski kondisi ramai, pelayanan di warung ini terbilang cepat, sebab tanpa menunggu lama pesanan YogYES telah tersaji di atas meja. Lumpia goreng lengkap dengan acar mentimun, saus berwarna coklat sebagai cocolan, daun selada, cabai rawit, dan daun lokio.

Guna memudahkan pengunjung dalam memakannya, lumpia berukuran besar itu telah dipotong-potong menjadi 4 bagian. Untuk menikmatinya, Anda dapat mencocolkan potongan lumpia yang berisikan rebung dan udang ke dalam saus berwarna coklat, sekaligus menambahnya dengan acar. Perpaduan rasa gurih dan asin dari isi lumpia, bercampur dengan manis dari saus, dan rasa asam acar akan memenuhi rongga mulut. Jika Anda suka pedas, gigitlah cabai rawit, atau daun lokio yang aroma dan rasanya menyerupai bawang merah. Jangan lupa selada sebagai lalapan. Kombinasi rasa dari aneka makanan yang telah masuk ke mulut Anda akan menciptakan sensasi kenikmatan tersendiri yang tidak akan Anda dapatkan di tempat lain. Satu hal lagi, meski penjualnya adalah orang Tionghoa, Anda tak perlu khawatir akan masalah kehalalan. Lumpia Gang Lombok menggunakan bahan dasar udang, sehingga bisa dikonsumsi oleh siapa saja. Jadi jangan ragu untuk segera mencicipi nikmatnya kuliner Tionghoa khas Semarang.

Jam buka :
08:00 - 16:00 WIB
Harga:Rp. 10.000 / biji


Sumber : semarang.yogyes.com


Sunday, 17 February 2013

✎ Gembira Loka Zoo Yogyakarta


SELAMAT DATANG DI YOGYAKARTA
TETAP ISTIMEWA


Loka artinya tempat, gembira ya gembira. Syahdan, hampir setengah abad yang lalu Sri Sultan Hamengku Buwono IX mewujudkan keinginan pendahulunya untuk mengembangkan ‘Bonraja’ tempat memelihara satwa kelangenan raja menjadi suatu kebon binatang publik. Maka didirikanlah Gembira Loka diatas lahan seluas 20 ha yang separonya berupa hutan lindung. Disitu terdapat lebih dari 100 spesies satwa diantaranya 61 spesies flora.


 
Letaknya di daerah aliran sungai Gajah Wong. Akses menuju Gembira Loka sangat mudah dengan angkutan kota dan kendaraan. Pada awalnya dimulai dari beberapa hewan macan tutul yang berhasil ditangkap penduduk setempat karena mengganggu desa dan sebagian berasal dari lereng merapi yang hutannya terbakar akibat awan panas.

Gembira Loka Zoo memiliki koleksi satwa yang cukup lengkap. Akhir-akhir ini, dikabarkan bahwa GLZ sedang mengadakan kesepakatan dengan Singapore Zoo untuk pertukaran hewan, yakni 6 ekor Pinguin Jackass. Gembira Loka Zoo selalu berusaha memberikan yang terbaik demi kenyamanan pengunjung serta kelestarian alam. Beberapa kali didengar bahwa gajah melahirkan, burung kakatua menetaskan telurnya, serta kuda pacu melahirkan anaknya.



Satu hal yang memprihatinkan adalah banyak kondisi satwa yang kurang terurus. Banyak fasilitas yang seakan seandanya saja. Hal itu karena pendapatan dari tiket masuk sangat kecil dari sedikitnya wisatawan yang berkunjung.
Namun, sejak tahun 2010 Gembira Loka Zoo mulai merehabilitasi dan merekonstruksi kebun binatangnya. Bahkan, sampai tahun 2012 ini sedang dalam proses pembuatan untuk "Taman Burung" dan sedangkan untuk "Taman Reptil dan Amfibi" sudah dalam tahap sentuhan akhir. Beberapa pedagang asongan pun sudah mulai dibenahi, agar terkesan rapi dan bersih. Semenjak itu, GLZ mulai dikunjungi pengunjung dengan jumlah yang lebih banyak.


                            Google Map
                            
                                     Lihat Peta Lebih Besar



                                                                        



Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Total Pageviews

Histats