Hompimpa
Dalam hompimpa(h), yang ada hanya dua kemungkinan:
- telungkup atau tengadah
- tertutup atau terbuka.
- Hitam atau putih
- ya atau tidak.
Inilah momen pembelajaran bagi anak-anak Jogja agar bisa bersikap jelas dan tegas. Cepat dan lugas. Tak ada lagi posisi "di antara" (GOLPUT), tak boleh sok bijak merangkum dua kutub yang berseberangan, tak bisa negosiasi berkepanjangan.
Tak bisa pula berlindung di balik semboyan masyhur para leluhur, ngono ya ngono ning aja ngono (Silakan begitu asal jangan begitu).
Dalam hompimpa(h) tak boleh ada area abu-abu. Tak perlu selalu ragu. Satu-satunya yang boleh diragukan adalah keraguan itu sendiri.
****
Hompimpa atau hompimpah adalah sebuah cara untuk menentukan siapa yang menang dan kalah dengan menggunakan telapak tangan yang dilakukan oleh minimal tiga peserta. Secara bersama-sama, peserta mengucapkan kata hom-pim-pa. Ketika mengucapkan suku kata terakhir (pa), masing-masing peserta memperlihatkan salah satu telapak tangan dengan bagian dalam telapak tangan menghadap ke bawah atau ke atas.
Dalam budaya Betawi, hompimpa dilakukan dengan lagu berlirik “Hompimpa alaium gambreng. Mpok Ipah pakai baju rombeng.“
Pemenang adalah peserta yang memperlihatkan telapak tangan yang berbeda dari para peserta lainnya. Ketika peserta lainnya sudah menang, peserta yang kalah ditentukan oleh dua peserta yang tersisa dengan melakukan suten.
Biasanya hompimpa digunakan oleh anak-anak untuk menentukan giliran dalam sebuah permainan. Sewaktu bermain Petak Umpet misalnya, anak yang kalah hompimpa mendapat giliran sebagai penjaga pos.
Kalimat “Hongpimpa Alaium Gambreng” sendiri bermakna “Dari Tuhan Kembali Ke Tuhan, Mari Kita Bermain”
Suten
Suten, sut atau populer sebagai suit (suwit) dan pingsut adalah cara mengundi untuk dua orang dengan cara mengadu jari untuk menentukan siapa yang menang. Dalam permainan anak-anak, pemenang sut dapat lebih dulu bermain atau terbebas dari menjaga. Sebagai pengganti undian, suten dipakai untuk menentukan siapa yang memperoleh sesuatu, atau siapa yang lebih dulu dapat memulai sesuatu.
Peraturan
Jari yang dipergunakan dalam sut adalah ibu jari yang diumpamakan sebagai gajah, jari telunjuk yang diumpamakan sebagai manusia, dan jarikelingking yang diumpamakan sebagai semut. Dua orang yang bersuten secara serentak mengacungkan jari yang dipilihnya. Hasil seri terjadi bila kedua belah pihak yang bersuten mengacungkan jari yang berkekuatan sama, misalnya: kelingking melawan kelingking. Bila terjadi seri, suten diulang hingga ada pihak yang menang.
Jari yang menjadi pemenang suten:
- Ibu jari versus telunjuk: pemenang adalah ibu jari.
- Telunjuk versus kelingking: pemenang adalah telunjuk.
- Kelingking versus ibu jari: pemenang adalah kelingking.
Batu-Gunting-Kertas (Suwit Jepang)
Batu-Gunting-Kertas adalah sebuah permainan tangan dua orang. Permainan ini sering digunakan untukpemilihan acak, seperti halnya pelemparan koin, dadu, dan lain-lain. Beberapa permainan dan olahragamenggunakannya untuk menentukan peserta mana yang bermain terlebih dahulu. Kadang ia juga dipakai untuk menentukan peran dalam permainan peran, maupun dipakai sebagai sarana perjudian. Permainan ini dimainkan di berbagai belahan dunia.
Di kalangan anak-anak Indonesia, permainan ini juga dikenal dengan istilah "Suwit Jepang". Di Indonesia dikenal juga permainan sejenis yang dinamakan suwit.
Cara permainan
Setiap isyarat mengalahkan satu dari dua isyarat lainnya.
Terdapat tiga isyarat tangan dalam permainan ini. Batu digambarkan oleh tangan mengepal, gunting digambarkan oleh jari telunjuk dan tengah, kertas digambarkan oleh tangan terbuka. Tujuan dari permainan adalah mengalahkan lawan bermain. Aturan standar adalah batu mengalahkan gunting, gunting mengalahkan kertas, dan kertas mengalahkan batu.
Jika kedua pemain mengeluarkan isyarat yang sama, maka permainan diulang. Kadangkala pemain menggunakan sistem berulang-ulang artinya sekali kemenangan tidak cukup untuk menghentikan permainan. Misalnya pemain yang menang 5 kali terlebih dahulu menjadi pemenang.