Anda mungkin pernah mendengar makanan ini, tapi pernahkah anda membayangkan bagaimana bentuknya ? Bagi anda yang belum tahu, mungkin anda bisa membayangkan ‘kanji’. Tahu kan tepung kanji yang dikasih air panas ? Kira-kira gimana bentuknya ? Seperti ‘Lem’ bukan ? Kalau ‘lem’ itu anda makan gimana rasanya ? heheh. Aneh pasti ya ?
Maka dari itu, dulu pernah ada ‘joke’ kalau orang ambon dilarang masuk kantor post. Lha kok bisa ? Soalnya ‘lem’ surat dan perangko yang disedikan di kantor post nanti dikira ‘papeda’. Hahaha.
Bahan utama papeda adalah berasal dari tepung sagu yang tentunya berasal dari pohon sagu juga. Nah, sagu ini sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia bagian timur, khususnya Maluku dan Papua. Tapi ternyata juga dikenal oleh masyarakat rumpun melayu yang lain, seperti Malaysia dan Brunai. Bahkan makanan yang disebut papeda ini, dikenal juga di sana dengan nama Linut. Selain itu, di Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur), papeda dikenal dengan nama Kapurung.
Walupun mungkin aneh bagi anda, bagi saya makanan ini cukup lezat disantap. Gimaan lezatnya, kalau makannya hanya begitu saja ? Ya memang, kalau hanya pepedanya doang, siapa juga yang mau. Jadi menurut saya, sajian papeda itu tidak bisa dipisahkan dari menu pelengkapnya. Sehingga kalau ada yang mengaku kalau ia pernah ‘makan papeda’, hal itu berarti papeda dicampur (mix) dengan menu yang lain.
Saya tidak tahu bagaimana cara menyajikanya di Malaysia, Brunai atau di Sulawesi Selatan. Namun kebiasaan untuk masyarakat Maluku dan Papua, papeda disajikan bersama menu lain kuah ikan kuning dan ikan bakar atau goreng. Walaupun dapat dimix dengan menu yang lain, namun yang saya tahu, khususnya untuk masyarakat Maluku, papeda dipasangkan dengan (sayur) “kuah ikan kuning”, ini adalah pasangan yang tepat dan menjadi kegemaran banyak orang.
Cara membuat papeda walau kelihatannya mudah, tetapi tidak sembarang orang bisa melakukannya. Kalau sampai salah menakar, papeda yang dihasilkan terlalu cair. Biasanya tepung sagu dicairkan terlebih dahulu dengan air secukupnya (kadang dikasih gula dan garam juga). Setelah itu, gunakan air panas (mendidih) untuk dilarutkan ke tepung sagu yang sudah dicairkan tersebut. Pada saat air panas dituangkan, perlahan-lahan diaduk sehingga sagu matang secara merata.
Setelah hidangan pelengkap lain telah tersedia, papeda juga siap untuk disantap. Nah cara mengambil papeda dari tempatnya untuk dipindahkan ke piring tentu saja memerlukan cara tersendiri. Tidak bisa menggunakan sendok, seperti mengambil kuah dari wadahnya. Biasanya papeda ‘digulung’ berulang-ulang dengan dua belah ’sumpit’ bambu hingga terpisah dari gumpalan papeda utama untuk dipindahkan ke piring makan. Setelah dirasa cukup, papeda di piring ditambahkan dengan kuah ikan kuning secukupnya, ikan kuning itu sendiri atau ikan bakar yang ada. Papeda sendiri tidak memilki rasa, oleh karena itu sangat ditentukan dengan kelezatan Kuah ikan kuning. Inilah kunci dari hindangan papeda sesungguhnya.
Nah bagian paling seru adalah cara menyantapnya. Banyak orang yang tidak biasa, mungkin berpikir untuk menggunakan sendok seperti biasanya. Memang tidak ada yang malarang, namun penduduk asli Maluku atau Papua tidak akan menggunakan cara tersebut. Papeda yang sudah dicampur dengan kuah ikan kuning akan “disedot” perlahan-lahan dari ujung (pinggir) piring, sambil meminum kuah ikan kuning. Aneh ya ? Tapi itu cara mereka menyantapnya.
O yaa, papeda jangan dijadikan makanan utama atau tunggal kecuali bagi mereka yang sudah terbiasa, apalagi untuk mempertahankan rasa kenyang. Karena selang beberapa jam kemudian anda akan merasa lapar kembali. Setelah menyantap papeda secukupnya, anda boleh beralih ke jenis makanan lain untuk melengkapi kebutuhan perut anda.